Thursday, October 21, 2010

Di Balik Canting Ada Cerita

Sehelai kain katun, bukan mori, terbentang.
Dia, entah wanita, atau pria. Dia berharap, kain katun ini akan menjadi pakaian yang berguna, pakaian yang ikut merasakan kebahagiaan dunia yang menyaksikan keindahannya. Dengan ucapan basmallah, dia mulai menggambar sketsa dengan pensil. Gambar itu keluar dari otak kanannya, dari pemikiran-pemikirannya yang imajistik. Tak lama kemudian, keningnya berkerut memandangi coretan kasar itu, dan kerutan itu perlahan memudar. Puas.

Dengan hati-hati, dia mulai meraih canting, mulai menorehkan cairan malam. Atau sesekali dengan warna, yang melalui canting itu dia timpa secara teliti, tulus. Tidak ada motif yang terulang, seperti sebuah kesalahan dalam hidup, yang sebaiknya memang tidak diulang-ulang. Kombinasi warna yang ia torehkan diambil dari pengalaman hidupnya yang kaya, agar nanti, yang memakainya dapat mengalami banyak peristiwa kebahagiaan, sama sepertinya. Apakah harus selalu bahagia? Tentu saja, setiap kehidupan, seseorang bisa menjadi kuat setelah mengalami hambatan. Rintangan. Kesedihan. Kali ini, biarlah. Biarlah hambatan-hambatan itu menjadi warna dasar yang gelap, menjadi fondasi, agar bisa tertutupi oleh warna-warna penghiburan. Beberapa waktu setelahnya, ia mulai melanjutkan pewarnaan, lorot malam, bilas soda, jemur, setrika. Segera setelah semuanya selesai, ia beristirahat.

Singkat cerita, jadilah kain itu. Keringat dan usahanya tidak sia-sia. Walaupun dia tidak tahu, akan dibeli dengan harga berapa ketika kain itu menjadi sebuah pakaian, namun dia cukup puas. Keyakinannya kuat, sang pemakai akan bangga mengenakan kain ini. Pesta pernikahan, acara resmi, apapun. Dalam benaknya, semua telah terbayarkan, melalui imajinasi yang menari-nari di pikirannya: senyum senang yang dipantulkan dari cermin, yang timbul dari bayangan seseorang.

Ia teringat pesan ayahnya, batik tulis nak. Bukan printing, bukan cap. Khusus untukmu, hargai bakatmu melalui canting-canting yang aku wariskan ini. Biarkan jemarimu berkarya.

Dan hari itu, setelah kain menjelma menjadi sebuah pakaian, seorang wanita jatuh cinta padanya, membayangkan penciptanya yang bergelut dengan proses, sebuah perjalanan. Batik itu digenggamnya, terima kasih. Kukira, ada seseorang yang cocok mengenakannya. Batik itu akhirnya dia bawa pulang, dia kemas, dan dibayangkannya sebuah kalimat meluncur dari mulutnya ketika wanita itu memberikannya, pada tanggal 22 oktober, kepada seseorang:

"Selamat ulang tahun, Willy."